BatasMedia99.com,- KOTA MALANG. Dugaan kuat adanya praktik mafia tanah menimpa keluarga dari seorang perwira tinggi TNI aktif yang pernah menjabat sebagai Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) atau Ajudan Presiden Joko Widodo. Korban adalah Arya Sjahreza Bayu Lesmana.
Hal ini bermula ketika Arya Sjahreza Bayu Lesmana, mantan ajudan Presiden Joko Widodo, menghadapi tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin.
Ironisnya, rumah yang menjadi objek sengketa merupakan kediaman keluarganya sendiri sejak 1993. Kasus ini memantik sorotan publik karena dugaan kriminalisasi dan keterlibatan mafia tanah yang kian mencuat.
Pembina GRIB Jaya Jatim, drg. David Andreasmito. Menyampaikan bahwa menurutnya, korban merupakan ahli waris dari Ir. Haji Endro Koesmartono (Alm), pemilik sah tanah dan bangunan di Jalan Bandung No. 34, Kota Malang, sesuai Akta Jual Beli tertanggal 23 Desember 2003 dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1018 seluas 553 meter persegi.
Drg. David Andreasmito, menceritakan bahwa kasus ini bermula pada 2018, saat Arya menjalin kerja sama bisnis rokok dengan rekannya, Nanda Almer Ronny Putra (NAP).
Karena Arya dan ayahnya tidak memiliki modal, mereka sepakat menggunakan rumah keluarga di Jalan Bandung No. 34, Kota Malang, sebagai jaminan pinjaman di Bank Bukopin.
Namun, lantaran riwayat BI Checking Arya dan ayahnya buruk, sertifikat rumah dialihkan sementara atas nama Nanda untuk memuluskan proses kredit. Bank pun menyetujui pinjaman Rp5 miliar dengan rumah senilai Rp15 miliar itu sebagai agunan.
Awalnya, bisnis berjalan lancar. Namun di tahun kedua, usaha terganggu oleh persoalan cukai. Nanda kemudian memperkenalkan Arya kepada Rizky Thamrin (RT), yang menjanjikan bantuan.
Alih-alih membantu, Rizky malah menebus sertifikat rumah dari bank dan membalik nama sertifikat atas dirinya sendiri tanpa sepengetahuan Arya. Rumah itu kini tercatat milik Rizky.
Arya pun menerima somasi untuk meninggalkan rumah tersebut. Saat bertahan, ia justru dilaporkan melanggar Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang tanpa izin. Pengadilan menjatuhkan vonis empat bulan penjara kepada Arya.
Drg. David Andreasmito menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi. Ia menduga ada persekongkolan antara Nanda, Rizky, dan kelalaian pihak Bank Bukopin.
“Bank tahu sejak awal rumah itu milik keluarga Arya, tapi kenapa tetap disetujui pembalikan nama ke Rizky? Ini jelas ada permainan,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025) malam.
David menjelaskan, Arya hanya menerima sekitar Rp1,5 miliar dari total pinjaman Rp5 miliar, namun kini terancam kehilangan rumah bernilai Rp15 miliar. Lebih menyakitkan, Arya dikriminalisasi karena tetap tinggal di rumah yang telah dihuni lebih dari 12 tahun.
Kasus ini kian rumit dengan dugaan intimidasi dari oknum militer. Arya dan tim kuasa hukumnya mengaku mendapat tekanan dari seseorang yang mengaku anggota kesatuan elit TNI (Kopassus), disebut sebagai suruhan H. Taufik, paman dari Rizky.
“Sudah ada polisi, jaksa, hakim yang memutus, sekarang muncul lagi intervensi dari oknum militer. Ini bukan hanya perkara perdata atau pidana, tapi permainan sistematis,” kata David.
GRIB Jaya Jawa Timur bersama Aliansi Arek Malang Bersatu menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka mendesak peninjauan kembali putusan pengadilan yang dinilai sarat rekayasa.
David menyerukan netralitas aparat penegak hukum. “Jangan sampai hukum jadi alat mafia untuk menguasai aset rakyat kecil. Polisi, jaksa, hakim, TNI harus berdiri di atas keadilan, bukan uang,” tegasnya.
Meski kecewa terhadap proses hukum, David menyatakan jalan damai masih terbuka dan menitipkan harapan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Saya dari awal sudah minta damai, enggak ingin menjatuhkan siapa pun. Tapi kenapa kita malah diintimidasi? Saya berharap pihak Rizky dan Nanda juga punya itikad baik. Arya bukan penjahat, dia korban,” tuturnya.
“Saya yakin Pak Prabowo punya komitmen memberantas mafia hukum dan mafia tanah. Jangan biarkan niat baik beliau dirusak oleh oknum yang mempermainkan hukum,” pungkasnya.
Pewarta : Red