BatasMedia99.com,- JAKARTA. Permasalahan yang melibatkan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) semakin terkuak setelah serangkaian penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berbagai dugaan korupsi, penyimpangan anggaran, hingga pelanggaran prinsip tata kelola proyek mencuat ke permukaan, menunjukkan kinerja buruk aparatur negara di lembaga tersebut.
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menjelaskan bagaimana berbagai kasus korupsi di DJKA mencerminkan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan.
Mulai dari pengelolaan keuangan negara, pengadaan barang dan jasa, hingga integritas aparatur negara, semuanya tergambar dalam berbagai proyek yang terindikasi bermasalah di bawah kepemimpinan Menteri Perhubungan sebelumnya.
Kasus Korupsi Jalur Kereta Api Sulawesi Selatan
Pada April 2023, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di Sulawesi Selatan.
1.Kasus ini melibatkan suap kepada pejabat DJKA dengan barang bukti senilai Rp2,823 miliar.
Tindakan ini jelas melanggar Pasal 2 dan Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta melawan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
2. Kerugian Triliunan pada Proyek Besitang-Langsa
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kerugian negara hingga Rp1,157 triliun dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Mantan Dirjen Perkeretaapian telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
3. Manipulasi Anggaran Proyek Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso
Kasus dugaan suap pada proyek pembangunan jalur ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso juga terungkap melalui OTT KPK, dengan 25 orang terlibat.
Praktik manipulasi anggaran ini melanggar UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menekankan prinsip efisiensi, keselamatan, dan akuntabilitas, serta UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang.
4. Pembengkakan Anggaran pada LRT Jabodebek
Proyek pembangunan LRT Jabodebek mencatat pembengkakan anggaran dari Rp29,9 triliun menjadi Rp32,5 triliun, disertai berbagai masalah teknis seperti kekacauan integrasi sistem
Hal ini bertentangan dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mewajibkan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas.
Usulan Pembekuan DJKA
Iskandar Sitorus menilai integritas aparatur sipil negara (ASN) di DJKA telah begitu rusak sehingga membutuhkan langkah pembenahan total.
“KPK dan aparat hukum lainnya harus berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan yang baru untuk memastikan pembenahan menyeluruh dilakukan”.
Jika diperlukan, sementara waktu bekukan seluruh personil DJKA dan gantikan dengan ASN yang bersih dari perilaku buruk,” tegasnya.
Langkah tegas ini dianggap penting untuk mencegah bibit-bibit kejahatan baru di masa mendatang dan memastikan pengelolaan proyek perkeretaapian berjalan sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan.
Pewarta : Red