Batasmedia99 – Pimpinan Pondok Pesantren Fathurrohman di Desa Binangun, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, KH Ujang, diduga menjadi korban persekusi yang dilakukan oleh oknum pensiunan TNI, berinisial AY, pada Jumat, 16 Agustus 2024, sekitar pukul 04.00 WIB.
Peristiwa ini bermula ketika salah seorang santri Ponpes Fathurrohman sedang melantunkan tadarus Al-Qur’an di masjid pada pagi hari.
AY, yang merasa terganggu tadarusan santri yang terdengar dari pengeras suara masjid, mendatangi rumah pimpinan pesantren untuk memprotes aktivitas santri tersebut.
Oknum pensiunan TNI mendatangi rumah kiai di Kota Banjar itu dengan marah-marah dan diduga membawa sebuah pistol.
Menyikapi insiden tersebut, sejumlah tokoh agama, kiai, santri, dan ormas Islam berkumpul di kantor Desa Binangun untuk mengadakan musyawarah pada Senin, 19 Agustus 2024, guna mencari solusi yang tidak berlarut-larut.
Penjabat (Pj) Kepala Desa Binangun, Dede Harisman, menjelaskan bahwa pihaknya berusaha memfasilitasi mediasi antara kedua pihak untuk meluruskan masalah yang telah menyebar di masyarakat.
Dalam mediasi tersebut, AY mengungkapkan bahwa dia merasa terganggu oleh suara speaker masjid pesantren yang sedang digunakan untuk tadarusan, terutama karena pada saat itu dia sedang mengalami sakit kepala.
”Saya merasa terganggu pas kejadian dengan kepala lagi pusing,” ucap AY saat menghadiri mediasi.
Dia menambahkan bahwa dirinya hanya ingin memastikan apakah pesantren tersebut memiliki izin dan ingin menyinggung soal toleransi terkait penggunaan pengeras suara.
”Saya merasa terganggu dengan speaker masjid, lalu menanyakan ada izinnya atau tidak (Ponpes Fathurrohman) dan juga toleransi. Itu tiga poin yang saya sampaikan,” ungkap AY.
Pernyataan AY kemudian ditanggapi oleh Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar, Riana Anom Sari, yang menjelaskan bahwa Pondok Pesantren Fathurrohman telah memiliki izin resmi dan bahwa kegiatan tadarusan sebelum subuh adalah hal yang wajar di lingkungan pesantren sebagai bagian dari pendidikan agama.
Keponakan pimpinan pesantren, KH Yayan Ahmad Jalaludin, menuturkan bahwa AY datang ke pesantren dengan meminta diantarkan menemui KH Ujang, yang pada saat itu sedang beristirahat setelah pulang dari rumah sakit karena sakit jantung.
Namun, menurut Yayan, AY memaksa untuk bertemu dengan nada kasar dan ancaman jika tidak diantar.
Yayan menyebut salah satu santri juga melaporkan bahwa pensiunan TNI tersebut diduga membawa pistol, meskipun AY menyatakan bahwa itu hanya pistol mainan.
Menurut Yayan, situasi bisa diselesaikan lebih cepat jika AY menunjukkan penyesalan atas tindakannya, tetapi sikapnya yang dianggap tidak menyesal membuat masalah semakin rumit.
Mediasi yang diadakan menjadi semakin tegang ketika ribuan santri yang berada di luar lokasi memaksa untuk masuk dan menyaksikan jalannya mediasi.
Ketegangan meningkat karena mediasi tidak menemukan titik terang, sehingga petugas akhirnya mengamankan AY ke Polres Banjar. Namun, saat akan dibawa, sempat terjadi ketegangan antara pihak kepolisian dan TNI yang mengawal pensiunan tersebut dengan para santri yang sudah memanas.
Ketidakpuasan massa menyebabkan sejumlah orang mendatangi rumah AY dan melempari kaca pintu serta jendela rumahnya hingga pecah.
Petugas segera mengamankan lokasi kejadian untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Aparat kepolisian dan TNI, yang dibantu oleh ulama setempat, mengimbau para santri untuk tidak terpancing emosi dan menghindari tindakan perusakan.
Peristiwa ini masih menjadi perhatian publik di Kota Banjar, dengan pihak berwenang terus berusaha menyelesaikan konflik yang melibatkan banyak pihak ini secara damai.
Red