BatasMedia99.com,- SURAKARTA. Mirisnya potret keadilan di Bangsa Indonesia hingga saat ini. Hukum berlaku tajam ke bawah tumpul ke atas masih saja terjadi hingga saat ini. Apalagi melihat dari pada para penegak hukum baik itu dari pihak kepolisian, Kehakiman serta Kejaksaan dimana tiga matra ini yang selalu berkaitan dalam sebuah penanganan dan penyelesaian sebuah kasus.
Hari ini kita dibawa untuk melihat di Pengadilan Negeri (PN) Solo memvonis Sogol Ardianto, terdakwa kasus asusila kepada anak di bawah umur dengan hukuman 10 tahun penjara.
Vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Erlina Widikartikawati, dan hakim anggota Bambang Ariyanto serta Aris Gunawan, pada Kamis (28/11/2024), memicu tangis histeris dari keluarga terdakwa.
Selain hukuman penjara, terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp 60 juta, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan.
Ketua majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 ayat 1 juncto Pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa menggunakan tipu daya untuk melakukan tindak asusila terhadap anak di bawah umur di teras rumah terdakwa.
“Perbuatan terdakwa telah merusak masa depan korban. Selain itu, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan berbelit-belit,” tegas Erlina dalam putusannya.
Namun, hakim juga mencatat beberapa hal yang meringankan terdakwa. Seperti belum pernah dihukum sebelumnya dan sikap sopan selama persidangan.
Chrismawijayanto, kuasa hukum terdakwa menyatakan kekecewaannya terhadap vonis tersebut.
Majelis hakim dinilai lebih banyak mendasarkan vonis pada pertimbangan subjektif dibandingkan bukti yang objektif.
“Kami sangat menyayangkan bahwa bukti yang kami ajukan tidak dipertimbangkan. Seperti keterangan korban yang menyebut kejadian terjadi sepulang sekolah, padahal sekolah sedang libur saat itu,” papar Chrismawijayanto.
Ia juga menyoroti kurangnya keterangan ahli yang mendukung klaim kehamilan korban sebagai salah satu dasar putusan.
“Kami sangat menyayangkan bahwa bukti yang kami ajukan tidak dipertimbangkan. Seperti keterangan korban yang menyebut kejadian terjadi sepulang sekolah, padahal sekolah sedang libur saat itu,” papar Chrismawijayanto.
Ia juga menyoroti kurangnya keterangan ahli yang mendukung klaim kehamilan korban sebagai salah satu dasar putusan.
Pewarta : Red