• Kontak
  • BATASMEDIA99
  • Tercepat, Akurat,Terpercaya
BatasMedia99 - Tercepat, Akurat,Terpercaya
Sel, 18 Februari 2025

"Suara Oposisi, Suara Kasih Sayang"

"Suara Oposisi, Suara Kasih Sayang"

Oleh: Damanhury Jab 

(Ketua DPC GRIB JAYA Kabupaten Malang)

Batasmedia99 - Kabupaten Malang adalah salah satu daerah strategis di Jawa Timur yang memiliki potensi besar dalam sektor ekonomi, pariwisata, dan pendidikan. 

Namun, potensi ini seakan tertutupi oleh sejumlah persoalan yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Bupati Malang, Sanusi.

Terpilihnya kembali Bupati Sanusi sebagai kepala daerah menuai berbagai respons dari masyarakat, termasuk kritik tajam dari pihak oposisi yang menyoroti ketidaklayakan kepemimpinannya.  

Berbagai kasus besar menjadi bukti bahwa ada masalah serius dalam tata kelola pemerintahan Kabupaten Malang. 

Tiga isu utama yang menjadi sorotan adalah persoalan infrastruktur jalan, kegagalan program Universal Health Coverage (UHC), dan kontroversi hibah tanah pemerintah daerah kepada Universitas Brawijaya.  

Dalam konteks tata kelola pemerintahan daerah, terdapat sejumlah regulasi yang relevan untuk menjadi dasar evaluasi.  

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa kepala daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, termasuk pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, dan pengelolaan aset daerah secara efektif, efisien, dan akuntabel.  

UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan mengatur bahwa pemerintah daerah wajib menjamin pembangunan dan pemeliharaan jalan demi kelancaran transportasi yang menjadi akses ekonomi dan kebutuhan masyarakat.  

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) serta Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan mengatur bahwa pemerintah daerah harus mendukung tercapainya pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat melalui program seperti Universal Health Coverage (UHC).  

Secara teori, evaluasi terhadap tata kelola pemerintahan dapat merujuk pada prinsip Good Governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, efektivitas, efisiensi, partisipasi masyarakat, dan supremasi hukum.

Ketidakmampuan memenuhi prinsip-prinsip ini menunjukkan lemahnya tata kelola pemerintahan daerah.  

Kabupaten Malang, khususnya di wilayah selatan, merupakan salah satu destinasi pariwisata unggulan dengan pantai-pantai eksotis dan kawasan ekonomi yang berkembang. Namun, akses jalan menuju kawasan ini sangat memprihatinkan. 

Di banyak titik, kondisi jalan yang rusak parah tidak hanya menghambat mobilitas masyarakat, tetapi juga mengurangi daya tarik wisatawan dan investor.  

Seharusnya, akses jalan menjadi prioritas utama pemerintah daerah, karena infrastruktur adalah tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Landasan hukum yang menguatkan urgensi ini adalah Pasal 13 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemeliharaan jalan sesuai kewenangannya. Sayangnya, pemerintahan Sanusi terkesan lambat dalam merespons kebutuhan ini.  

Program Universal Health Coverage (UHC) yang menjadi kebanggaan banyak daerah lain ternyata tidak berjalan mulus di Kabupaten Malang. Ketidakmampuan pemerintah daerah menuntaskan program ini menimbulkan dampak langsung pada pelayanan kesehatan masyarakat. Kewajiban pemerintah daerah dalam mendukung program kesehatan juga ditegaskan dalam Pasal 11 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN.  

Lebih dari itu, menumpuknya utang daerah kepada BPJS Kesehatan hingga mencapai angka Rp86,4 miliar menjadi bukti buruknya manajemen keuangan. Ketidakmampuan melunasi utang ini mencerminkan lemahnya perencanaan dan pengelolaan anggaran daerah. Hal ini melanggar prinsip efisiensi dan akuntabilitas yang menjadi inti dari Good Governance.  

Belum selesai dengan dua persoalan besar di atas, publik dikejutkan dengan keputusan Pemkab Malang untuk menghibahkan tanah seluas 28 hektare di Kecamatan Kepanjen kepada Universitas Brawijaya. Pasal 331 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah menyebutkan bahwa hibah aset daerah harus dilakukan dengan mempertimbangkan asas manfaat dan dilakukan secara transparan.  

Langkah ini memunculkan banyak pertanyaan, terutama tentang transparansi proses hibah tersebut. Tanah yang merupakan aset berharga pemerintah daerah seharusnya dikelola untuk kepentingan masyarakat secara langsung. Hibah ini, meskipun didasari niat baik untuk pengembangan pendidikan, seharusnya dikaji lebih matang demi memastikan bahwa manfaatnya sepadan dengan nilai aset yang diberikan.  

Perlu Pemimpin yang Lebih Visioner  

Melihat berbagai persoalan ini, wajar jika banyak pihak meragukan kapasitas kepemimpinan Bupati Sanusi. Pemerintah daerah di bawah kepemimpinannya terkesan lebih banyak bertahan pada retorika politik daripada memberikan solusi konkret untuk masyarakat.  

Sebagai kepala daerah, seorang bupati tidak hanya bertanggung jawab untuk menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga harus menjadi pemimpin visioner yang mampu membawa perubahan signifikan. Kabupaten Malang membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mampu menyelesaikan persoalan mendesak, tetapi juga memiliki strategi jangka panjang untuk mewujudkan daerah ini sebagai kawasan yang maju, sejahtera, dan berdaya saing.  

Suara oposisi yang mengkritik kepemimpinan Bupati Sanusi bukanlah tanpa dasar. Kritik ini lahir dari keprihatinan terhadap kondisi Kabupaten Malang yang tertinggal dibandingkan potensi besar yang dimilikinya. Jika kepemimpinan saat ini tidak mampu melakukan perubahan nyata, masyarakat patut mempertimbangkan arah baru untuk masa depan Kabupaten Malang yang lebih baik.  

Sudah saatnya suara oposisi tidak hanya dipandang sebagai kritik belaka, tetapi juga sebagai pengingat bahwa pemerintahan ada untuk melayani rakyat, bukan sebaliknya.

Red