Batasmedia99 – Kota Malang – Sudah dua tahun berlalu, tragedi sepak bola yang memilukan dan menjadi potret buram olah raga Indonesia belum terselesaikan. Keluarga korban tragedi kanjuruhan masih berjuang dalam gelap mengingat malam jahanam yang telah merenggut nyawa keluarga mereka.
Suliani warga Kampung Putih, Kecamatan Klojen, Kota Malang, bersama dengan suaminya masih mengingat betul apa yang terjadi pada 1 oktober 2022 yang lalu. Sebagai ibu, Suliani tak punya pikiran apapun bahwa akan terjadi tragedi yang akan merenggut nyawa anaknya Nafisatul Mukhoyaroh bersama dengan kekasihnya El Viduali pada malam itu.Saat di rumah sakit daerah Kanjuruhan, awalnya ayah Nafisatul tak bisa menemukan jenasah dikarenakan anaknya tak membawa identitas. Baru setelah rumah sakit mengeluarkan foto-foto korban dengan identitas Mr X, seluruh darah mendidih dan kesedihan dirasakan karena anaknya menjadi salah korban tragedi kanjuruhan.
Sampai hari ini Suliani merasa belum mendapatkan keadilan. Kehilangan anak karena peristiwa yang tidak diinginkan menjadi pukulan berat baginya. Apalagi sang anak meninggal pada usia yang sangat produktif serta sangat membantu perekonomian keluarga.Bagi Suliani meninggalnya anak pertamanya adalah sudah takdir Tuhan, namun Suliani merasa masih belum menerima penyebab dari kematian anaknya dan tidak ada yang bertanggungjawab.
“Perjuangan kita saat ini menuntut kepada negara lewat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah tentang restitusi. Walaupun kami juga menuntut pelaku dihukum seberat-beratnya, namun karena yang dituntut adalah sebuah institusi, maka kami hanya berharap kepada Tuhan,” ujar Suliani.
“Kita tahu semua anak-anak meninggal karena dibunuh, lalu kalau boleh memilih saya memilih pelakunya dihukum mati. Keadilan saat ini hanya pada keadilan Tuhan. Saya tetap akan berdoa semoga pelakunya juga mendapatkan hukum karma,” tegas Suliani.
Suliani juga menagih janji dari Presiden Jokowi yang telah didengarnya untuk berani mengusut tuntas kasus tragedi kanjuruhan dan telah menyampaikan kepada publik serta disaksikan oleh ratusan keluarga korban.Yang pertama kali berbicara tentang usut tuntas kasus kanjuruhan di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) adalah Presiden Jokowi, namun mana hingga saat kami merasa belum mendapatkan keadilan,” ungkap Suliani.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo meminta agar kerusuhan di stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, diusut tuntas. Presiden juga meminta bahwa kasus ini tidak ada yang ditutup-tutupi. Bagi yang salah juga harus diberi sanksi serta jika yang pidana juga dipidanakan usai mengunjungi korban luka 5 Oktober 2022 yang lalu.
Bagi Suliani, menagih janji Presiden sebelum lengser sangatlah penting. Karena presidenlah yang pertama kali mengeluarkan pernyataan itu.
“Jika urusan kesejahteraan atau bantuan, kami bisa dibilang masih sangat mampu. Apalagi anak saya juga bukan tulang punggung keluarga. Namun potret hukum yang tidak berkeadilan inilah yang kami mau tuntut. Anak saya itu mati karena seseorang yang melemparkan gas air mata, bukan kelalaian. Namun karena dugaan pembunuhan,” jelas Suliani saat ditemui di rumahnya.
Mengingat anaknya, Suliani menyebut bahwa Nafisatul adalah anak yang aktif dan mandiri. Dirinya sangat kehilangan karena anaknya inilah yang ikut meringankan beban keluarga dengan berjualan nasi atau dengan membuka online shop.Setelah anak saya diambil oleh Tuhan saya seperti tak punya pegangan lagi. Biasanya apapun saya bicarakan dengan Nafis karena adiknya belum cukup umur untuk membicarakan masalah-masalah keluarga. Namun sepeninggal kakaknya, anak kedua saya seperti dipaksa untuk dewasa karena melihat ibunya dan keluarga mengalami trauma yang mendalam,” ungkap Suliani.
Mengenang 2 tahun tragedi, Suliani merasa saat ini belum pulih dari perasaan kehilangan anak. Namun Suliani tetap harus bangkit karena ada anak lainnya yang harus mendapatkan perhatian dan kasih sayang.
“Kalau dibilang pulih ya belum, karena Nafis masih terlihat terus di depan mata saya. Semua masih terlihat sama, hanya kebiasaan-kebiasaan yang biasa dilakukan bersama Nafis jadi tidak ada,” kata Suliani.
Bagi Suliani tidak ada kata menyerah untuk mencari keadilan. Ia akan mencari jalan terbaik secara hukum untuk mendapatkan penyelesaian.
“Tujuan kita kemana, tidak ada menyerah dan kita harus sabar karena jangan sampai ujung-ujungnya kita disuap,” ujarnya.
Saat ini setiap 1 oktober, kenangan atas tragedi yang memilukan selalu dirasakan oleh bangsa ini. Kanjuruhan dengan Gate 13 menjadi saksi bisu bahwa ratusan nyawa hilang karena ketidakmampuan dalam managemen sepak bola Indonesia.
Red