BatasMedia99.com,- SURABAYA. Penyidik Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Mabes Polri menggeledah kantor PT MI di Jalan Kedung Cowek, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, Senin (11/3). Penggeledahan itu diduga terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek revitalisasi dan modernisasi Pabrik Gula Assembagoes Situbondo milik PTPN XI.
Kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan. Salah satu saksi mata, Tutik, yang merupakan perangkat RW setempat, menyebutkan bahwa penyidik memeriksa seluruh lantai gedung.
Saya tadi di atas bersama mantan pegawai menyaksikan petugas Bareskrim memeriksa dokumen-dokumen yang masih tersisa. Ada lima lantai dan semuanya diperiksa,” ujar Tutik. Penyidik tampak mencari sejumlah dokumen di lantai atas. Namun, Tutik mengaku tidak mengetahui secara pasti berkas apa saja yang disita.
“Mereka memeriksa dokumen yang tersisa. Berkasnya banyak, tetapi sepertinya sebagian dipilah dan ditinggalkan. Saya tidak tahu pasti dokumen apa yang dicari,” katanya.
Sementara itu, salah satu penyidik Bareskrim bernama Rahmad mengaku penggeledahan itu merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Pabrik Gula Assembagoes Situbondo.
“Kami dari Direktorat Tipikor Bareskrim Polri sedang menangani perkara ini. PT MI adalah salah satu bagian dari konsorsium yang memenangkan proyek tersebut,” ujar Rahmad.
Dalam penggeledahan yang berlangsung sejak pukul 11.30 WIB hingga sekitar pukul 20.00 WIB, penyidik menyita 109 item dokumen yang dikemas dalam empat boks.
"Kami di sini mencari dokumen dalam rangka pembuktian itu. Ada empat kontainer dengan total 109 item dokumen,” jelasnya.
Kasus dugaan korupsi ini berkaitan dengan proyek konstruksi terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) dalam pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Assembagoes Situbondo milik PTPN XI.
Proyek yang berlangsung sejak 2016 hingga 2022 ini mendapat pendanaan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp650 miliar, ditambah pinjaman lebih dari Rp462 miliar.
Namun, proyek tersebut gagal memenuhi beberapa jaminan kinerja, seperti kapasitas giling, kualitas produk, dan produksi listrik untuk ekspor.
Kontraktor utama proyek ini, KSO Wika-Barata-Multinas, disebut tidak melibatkan pihak yang memiliki keahlian dalam teknologi gula. Akibatnya, PTPN XI memutus kontrak setelah 99,3 persen nilai kontrak senilai Rp716,6 miliar telah dibayarkan.
Pewarta : Red